Untuk Program Desa
Bidang Pemberdayaan Keluarga dan Keswadayaan Masyarakat
1. Peningkatan Keberdayaan Masyarakat.
2. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Membangun Desa.
3. Peningkatan Peran Perempuan di Perdesaan.
Pengalaman :
Team pernah dipercaya untuk melatih anak-anak fakir miskin belajar komputer upaya bisa mengerjakan tugas sekolahan sejumalah 80 anak, pada awal tahun 2014 selama 2 bulan, waktu mulai jam 4 sore sampai 8 malam. bekerja sama dengan Program Kelurahan melalu PKBM
Melatih para Pencari Kerja, korban PHK yang menganggur dari keluarga yang kurang beruntung (fakir miskin), dalam program Desain Grafis untuk Wirausaha yang berkemampuan Administrasi, progam ini berlangsung selama 4 bulan, yang dananya BNFI Depdikbut Pusat (Word Bank) tahun 2006. Alhamdulillah penyaluran Kerja di dunia Kerja 100% baik informal yang kita referensikan dan mental wirausaha sudah teruji sampai sekarang.
Tambah Informasi :
oleh : Awan Santosa, Dadit G. Hidayat, dan Puthut Indroyono
PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN BERSASARAN
DI PROPINSI DIY
Di tengah upaya untuk semakin menajamkan program penanggulangan
kemiskinan di Indonesia perlu dicari metode evaluasi dan monitoring yang
tepat agar kualitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan
menjadi semakin baik di masa datang. Dengan indikator-indikator yang
obyektif dan terukur para pengambil keputusan menjadi lebih mudah
melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai segi agar program
penanggulangan kemiskinan menjadi lebih berkelanjutan (sustainable) dan
tidak bersifat charity. Dengan demikian kegagalan suatu program di masa
lalu bukan berarti telah gagal dalam segala aspeknya sehingga harus
diganti dengan program baru. Pengalaman selama ini menunjukkan
kecenderungan bahwa jika program dianggap telah gagal berarti program
itu sudah tidak perlu diingat-ingat lagi, dan perlu program baru untuk
mengganti program lama.
Penelitian ini merupakan suatu evaluasi program penanggulangan
kemiskinan di Yogyakarta secara kuantitatif. Program penanggulangan
kemiskinan yang dievaluasi meliputi program Inpres Desa tertinggal
(IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang dikategorikan sebagai Program Kerja
Mandiri (Self Employment Program), dan Proyek Pembangunana Fisik dalam
program PPK yang dikategorikan sebagai Program Padat Karya (Public Work
Progam)
Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak program IDT, PPK, dan
P2KP serta program padat karya dalam meningkatkan pendapatan penerima
program dan menurunkan tingkat kemiskinan penerima program, serta untuk
mengevaluasi tingkat efisiensi penyaluran dana setiap program dan
tingkat kelangsungan dana program yang dilaksanakan.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara
langsung (in-depth Interview) dengan penerima program yang dilakukan
mulai September 2002 sampai dengan Januari 2003. Pengambilan sampel
dilakukan secara acak (random sampling). Jumlah responden program kerja
mandiri (PKM) dalam penelitian ini adalah 80 responden, yang berasal
dari 3 jenis program yaitu program IDT, program PPK, dan program P2KP,
masing-masing sebesar 38 responden, 32 responden, dan 10 responden.
Responden ini diambil dari 6 desa di 5 kabupaten/kota di wilayah
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Empat lokasi pertama berada
di lingkungan perdesaan di empat kabupaten di propinsi DIY, yaitu desa
Karangawen di kabupaten Gunungkidul, desa Srikayangan di kabupaten
Kulonprogo, desa Selopamioro di kabupaten Bantul, dan desa Sambirejo di
kabupaten Sleman. Sedangkan dua lokasi terakhir adalah kelurahan
Purwokinanti dan kelurahan Mantrijeron yang berada di daerah perkotaan
Yogyak
Responden program padat karya berjumlah 20 orang berasal dari 2 desa
yaitu desa Karangawen, sebuah desa di kabupaten Gunungkidul bagian
selatan, di sebelah tenggara ibukota Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, yang dapat ditempuh lewat jalan darat selama kurang lebih 2
jam. Desa kedua terletak di kabupaten Kulonprogo atau satu jam
perjalanan darat ke arah barat. Jumlah responden desa Srikayangan
sebanyak 12 orang (60%) dan desa Karangawen 8 orang (40%) (tabel 4).
Sebagian besar responden adalah laki-laki (80%), sedangkan jumlah
responden wanita hanya sebesar 20%, kesemuanya berasal dari desa
Srikayangan. Mereka sebagian besar terlibat sebagai tenaga kerja kasar
(buruh kasar) yang tidak memerlukan keahlian khusus. Proyek PPK (Program
Pengembangan Kecamatan) (PPK) yang mereka kerjakan adalah pembuatan
saluran irigasi (saluran pembuangan air) di desa Srikayangan, dan
perbaikan jalan-jalan dusun dengan menggunakan semen (cor-block) di desa
Karangawen.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan alat yang telah dirumuskan
dalam Manual Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan yang dibuat oleh
ESCAP (Economic and Social Commision For Asia and Pacific), yang
terdiri dari 4 kategori, yaitu Income Indicator (A1), Poverty Reduction
(PR), Efficiency in Program Delivery (EP), dan Financial Viability (FV).
Untuk memudahkan pembahasan analisis dan evaluasi data dibagi menjadi
dua bagian sesuai dengan dua jenis program yang ada, yaitu Program Kerja
Mandiri (Self-employment Program) dan Program Padat Karya (Public Works
Program).
Program Kerja Mandiri
Penelitian ini menganalisis tiga jenis Program Kerja Mandiri (PKM) yaitu
Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan
Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Analisis terhadap
ketiga program tersebut dilakukan secara komprehensif dengan mengacu
pada indikator yang telah disediakan. Analisis dimulai dari perhitungan
masing-masing program, sehingga dapat dilihat variasi hasil program
kerja mandiri beserta karakteristik masing-masing. Selanjutnya dilakukan
analisis keseluruhan (aggregate) sebagai indikator pembanding program
padat karya dan dasar penyimpulan umum.
1. Peningkatan Pendapatan
Peningkatan pendapatan merupakan indikator penting untuk menilai
keberhasilan program bagi penduduk miskin. Konsep yang digunakan adalah
untuk mengukur pendapatan rumah tangga peserta program setelah mengikuti
program dengan pendapatan sebelum program. Dalam perhitungan ini juga
dimasukkan faktor perubahan harga dengan menggunakan Indek Harga
Konsumen untuk menilai pendapatan yang lalu dengan nilai sekarang.
[1] Pemanfaat adalah anggota rumah tangga (household) yang ikut serta langsung dalam program
...........................................klik
2. Pengurangan Kemiskinan
Indikator ini digunakan untuk mengukur persentase perubahan jumlah
penduduk miskin yang menjadi peserta program. Perhitungan dilakukan
dengan membandingkan jumlah penduduk miskin sebelum program dan jumlah
penduduk miskin sesudah program.
Berdasarkan perhitungan responden sampel diperoleh data pengurangan kemiskinan sebagai berikut :
Nilai poverty reduction peserta program Inpres Desa Tertinggal adalah
sebesar 0,150, yang berarti ada penurunan jumlah penduduk miskin setelah
dilaksanakan program IDT sebesar 15%. Jumlah peserta program yang
tergolong miskin pada tahun dasar (1994) adalah sebesar 55,6%, nilai ini
turun menjadi sebesar 47,2% pada tahun sekarang (2002). Terjadinya
krisis moneter pada tahun 1997 telah menyebabkan bertambahnya jumlah
penduduk miskin pada tahun tersebut, karena menurunnya pendapatan
penduduk miskin sehingga daya belinya menurun. Perhitungan data peserta
program Pengembangan Kecamatan menghasilkan penurunan jumlah penduduk
miskin peserta program sebesar 0,134 atau 13,4% setelah program PPK pada
tahun 2001/2002.
4. Kelangsungan Dana
Kelangsungan dana (financial viability) adalah indikator penting dari
program penanggulangan kemiskinan karena ketersediaan dana untuk
membiayai program terbatas. Jumlah pinjaman yang dikembalikan adalah
variabel utama untuk menunjang ketersediaan dana program. Pertimbangan
lainnya adalah bahwa pemerintah mendapatkan penerimaan dari peserta
program tersebut. Peserta program juga dikenai kewajiban untuk membayar
pajak, baik secara langsung maupun dari pajak pembelian barang yang
mereka lakukan. Dalam penelitian ini digunakan nilai perbandingan antara
pajak tidak langsung dan produk domestik bruto (GDP ) sebagai ukuran
koefisien pajak.
Data responden sampel peserta program Inpres Desa Tertinggal menunjukkan
nilai financial viability sebesar 0,814. Jumlah pinjaman yang telah
dikembalikan peserta program IDT adalah sebesar Rp 760.955 dari total
pinjaman yang direalisasikan sebesar Rp 959.827. Nilai pinjaman tersebut
termasuk jumlah pinjaman dari sumber lainnya, seperti Kredit tani,
Kredit Pengusaha Kecil dan lain-lain. Karena jangka pengembalian
pinjaman lain lebih lama (1,5 � 2 tahun ) maka nilai pengembalian pada
tahun 1994/1995 relatif kecil (tidak termasuk dalam perhitungan). Selain
itu ditemui juga pinjaman IDT yang hanya perlu dibayar bunganya per
bulan dengan nilai kecil, sehingga pada akhir tahun perhitungan nilainya
lebih kecil dari pinjaman awal. Fakta yang ditemukan dari data sampel
menunjukkan bahwa program IDT di propinsi DIY sampai saat ini masih
berjalan dengan baik. Kelompok Masyarakat (pokmas) yang terbentuk masih
beroperasi dengan jenis usaha yang disepakati anggota kelompok, seperti
simpan pinjam atau pemeliharaan ternak kambing. Dana pemerintah sudah
digulirkan untuk program lain (seperti PPK) sehingga untuk program IDT
sumber dananya berasal dari anggota masing-masing kelompok masyarakat
(pokmas)..........................................
Program Padat Karya
Indikator yang digunakan dalam program padat karya sama dengan program
kerja mandiri yaitu, indikator peningkatan pendapatan (income
indicator), pengurangan kemiskinan (poverty reduction), efisiensi
penyaluran program (Efficiency in program delivery), dan indicator
kelangsungan dana (financial viability).
1. Peningkatan Pendapatan
......................Nilai ini menggambarkan terjadinya penurunan pendapatan rumah tangga
peserta program padat karya sebesar 2%. Ini dapat disebabkan karena
periode kerja program padat karya yang sangat singkat (rata-rata 3
minggu) sehingga hasilnya tidak signifikan dalam menaikkan tingkat
pendapatan rumah tangga. Selain itu penurunan ini dapat disebabkan
adanya factor-faktor lain, seperti berkurangnya tingkat penghasilan,
peralihan pekerjaan. Dari hasil perhitungan ditemukan bahwa tingkat
kenaikan harga (Pt = 1,255) menurunkan nilai nominal pendapatan tahun
sekarang.
2. Pengurangan Kemiskinan
............................. Artinya tidak ada perubahan
jumlah peserta program padat karya yang dikategorikan miskin, tetap
sebesar 65%. Sehingga berdasarkan data tersebut ditemukan pengurangan
kemiskinan program padat karya adalah nol. Sesuai data sample program
padat karya tidak mengubah jumlah peserta program yang termasuk miskin,
seperti terlihat dalam table berikut :
3. Efisiensi Penyaluran Program
Program padat karya pada umumnya ditujukan untuk pembangunan proyek yang
dapat diakses langsung oleh masyarakat luas, seperti jalan, saluran air
dan sebagainya. Pengukuran efisiensi penyaluran program dilakukan
dengan membandingkan rencana biaya pembangunan proyek dengan realisasi
dana pembangunan proyek. Jika nilai realisasi dana lebih besar dari
nilai rencana biaya pembangunan proyek, maka dapat dikatakan proyek
tersebut tidak efisien. Selain itu juga digunakan nilai indek kualitas
proyek, yang merupakan persepsi peserta proyek terhadap kualitas hasil
pembangunan proyek ................................................
4. Kelangsungan Dana
Indikator kelangsungan dana dapat diukur dengan dua pendekatan. Pertama,
proporsi penerimaan proyek dari pembiayaan program dan tambahan
pendapatan pajak dari total pengeluaran program yang dipertimbangkan
untuk kelangsungan program. Kedua, Komitmen pemerintah untuk
menganggarkan dana proyek padat karya yang diukur dengan perbandingan
proporsi pengeluaran pemerintah untuk pembiayaan proyek dari tahun yang
lalu dengan tahun sekarang...............................
Evaluasi dan Kesimpulan
Dalam penelitian ini konsep manfaat program yang lebih dikedepankan
adalah manfaat yang diterima individu dari program penanggulangan
kemiskinan. Di Indonesia pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan
selalu melibatkan partisipasi masyarakat dengan pembentukan
kelompok-kelompok. Hal ini sesuai dengan misi pemberdayaan individu,
kelompok dan masyarakat dan sistem nilai yang berkembang di masyarakat,
yaitu kebersamaan (kolektivisme), solidaritas kelompok dan
kegotongroyongan. Indikator yang menunjukkan kemajuan dan prestasi
kelompok dan masyarakat dalam kaitannya dengan program penanggulangan
kemiskinan perlu diperhatikan. Sejauh mana kemajuan yang dirasakan
kelompok dan masyarakat dapat dijadikan ukuran pembanding dari manfaat
yang diterima individu?.
Kemajuan ini dapat dalam bentuk pembangunan
fisik, ekonomi, sosial, maupun budaya masyarakat lokal Karena
seringkali kepentingan masyarakat lebih diutamakan, seperti halnya dalam
program padat karya (pembangunan fasilitas umum), perlu diperhatikan
juga apakah kemajuan yang dirasakan kelompok dan masyarakat sudah
dirasakan juga oleh individu.
Temuan dari penelitian juga menunjukkan
adanya sistem nilai masyarakat lokal yang terkait dalam distribusi
pindjaman. Pada umumnya karena kehidupan sosial ekonomi masyarakat
pedesaan cukup merata maka pinjaman dibagi secara merata dan adil
(dum-dil).
Dalam penelitian proyek padat karya hanya diamati manfaat yang diterima
peserta program. Dalam kenyataannya hasil proyek tersebut dirasakan
oleh banyak warga masyarakat, sehingga perlu diperhitungkan juga
seberapa besar manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari proyek
yang dibangun, termasuk juga biaya secara langsung dan biaya tidak
langsungnya. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi proyek
secara lebih mendalam dengan memasukkan variabel terkait. Sistem nilai
sosial yang kondusif bagi pelaksanaan program padat karya juga bisa
dijadikan sebagai indikator keberhasilan program padat karya dalam
pembangunan masyarakat.
Kesimpulan Umum
Dari hasil analisis data pelaksanaan program Inpres Desa tertinggal
(IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang termasuk sebagai Program Kerja
Mandiri, serta pelaksanaan proyek pembangunan saluran drainase dan
pengerasan jalan yang termasuk dalam Program Padat Karya, dihasilkan
kesimpulan sebagai berikut :
(1) Pendapatan peserta Program Kerja Mandiri meningkat sebesar
32,33% untuk rumahtangga atau 3,87% untuk individu penerima program.
Sedangkan pendapatan peserta Program Padat Karya menurun sebesar 2%.
Jumlah peserta program kerja mandiri yang miskin menurun sebesar 26,1%,
sedangkan jumlah peserta program padat karya yang miskin tetap
(penurunan 0%). Nilai total dari Program kerja Mandiri sebesar 68,34%,
sedangkan nilai total Program Padat Karya sebesar 20,38%.
(2) Efisiensi penyaluran program dari Program kerja Mandiri lebih
tinggi dibanding efisiensi penyaluran program dari Program Padat Karya.
Tingkat efisiensi penyaluran program dari Program Kerja Mandiri adalah
sebesar 192,1%, sedangkan tingkat efisiensi penyaluran program dari
Program Padat Karya adalah sebesar 78,9%
(3) Kelangsungan dana untuk pelaksanaan Program Kerja Mandiri lebih
tinggi dibanding kelangsungan dana untuk Program Padat Karya. Tingkat
kelangsungan dana Program Kerja Mandiri sebesar 88,4%, sedangkan
kelangsungan dana Program Padat Karya sebesar 54%.